27 Nov 2009

Perhitungan PPh bagi Dokter

Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Bagi Dokter

PPh adalah pajak atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak (WP). Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan WP yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Salah satu jenis penghasilan yang merupakan objek PPh adalah penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lain, kecuali ditentukan lain dalam UU PPh.

Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak juga termasuk sebagai objek PPh.

Dengan demikian WP yang menerima penghasilan yang merupakan Objek PPh, wajib membayar atau melunasi PPh termasuk penghasilan yang diterima WP Orang Pribadi seperti Dokter.

Jenis penghasilan apa saja yang diterima Dokter dikenakan PPh?

Dokter karena keahliannya atau kegiatannya dapat menerima penghasilan yang berupa :
1. Gaji dan tunjangan serta pembayaran lainnya terkait dengan gaji, sebagai pegawai tetap;
2. Honorarium, komisi, atau fee sebagai tenaga ahli;
3. Uang saku, uang presentasi, uang rapat karena dokter sebagai peserta kegiatan.
4. Hadiah atau penghargaan, bonus, gratifikasi atau imbalan dalam bentuk lain, karena sebagai dokter yang memberikan keuntungan bagi produsen obatobatan atau alat kesehatan lainnya;
5. Laba usaha karena sebagai dokter yang buka praktek;

Bagaimana cara penghitungan PPh atas penghasilan yang diterima dokter?

Untuk mengetahui berapa PPh yang harus dibayar atau dilunasi dokter atas penghasilan yang diterimanya, terlebih dahulu perlu dijelaskan bahwa pembayaran atau pelunasan PPh dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu :
1. Pemotongan/Pemungutan oleh pihak pemberi hasil;
2. Penyetoran sendiri oleh WP setelah menghitung dan memperhitungkan PPh terhutang selama satu tahun.

Besarnya PPh atas penghasilan berupa gaji dan tunjangan serta pembayaran lainnya yang terkait dengan gaji, honorarium, komisi atau fee, hadiah, bonus, gratifikasi, uang saku, uang presentasi dan uang rapat, yang diberikan oleh pemberi kerja yang ditunjuk sebagai pemotong,
ditentukan melalui penghitungan yang dilakukan oleh pemberi kerja tersebut. PPh yang terhutang ini disebut juga dengan PPh Pasal 21 karena diatur dalam Pasal 21 di UU PPh.

Tarif yang digunakan untuk pemotongan PPh Pasal 21 khusus untuk dokter (tenaga ahli) adalah :
1. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dari Penghasilan Kena Pajak (PKP);
2. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh dari Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21. Dasar Pengenaan dan Pemotongan ditentukan sebesar 50% dari jumlah bruto; dan
3. Tarif 15% dari jumlah bruto (bersifat Final) khusus untuk penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir, uang lembur, mbalan prestasi kerja, dan imbalan lain dengan nama apapun yang dananya berasal dari APBN/APBD serta yang menerimanya PNS/TNI/POLRI/Pejabat Negara golongan III/a ke atas tau Letnan Dua ke atas.

Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah
Jumlah s/d 50jt-->tarif 5%
Jumlah diatas 50jt s/d 250jt-->tarif 15%
Jumlah diatas 250jt s/d 500jt-->taruf 25%
Jumlah diatas 500jt-->tarif 30%

Cara penghitungannya sebagai berikut :
1. Gaji dan tunjangan serta pembayaran lainnya terkait dengan gaji, karena sebagai pegawai tetap.
Misalnya Dokter A (status sendiri dan tidak mempunyai tanggungan)pegawai tetap di RS X dengan gaji dan tunjangan sebulan Rp 15.000.000,-
PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja : Gaji + Tunjangan setahun
15.000.000 x 12 = Rp180.000,00
Pengurang :
• Biaya jabatan (5%x jumlah bruto penghasilan setahun, maksimal Rp6.000.000) = (Rp 6.000.000,-)
• PTKP Sendiri (TK/-) = (Rp 15.840.000,-) -
Penghasilan Kena Pajak = Rp158.160.000,-
PPh Pasal 21 terhutang :
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh x PKP =
5% x Rp50.000.000,- = Rp 2.500.000
15% x Rp108.160.000,- = Rp16.224.000 +
Total Rp18.724.000
Dokter A wajib menerima bukti potong PPh pasal 21 dari Rumah Sakit X.

2. Honorarium, komisi atau fee, uang saku, uang presentasi, uang rapat yang dananya berasal dari APBN/APBD ataupun yang bukan.
• Misalnya Dokter A (PNS/TNI/POLRI) menerima honorarium yang dananya dari APBN/APBD sebesar Rp10.000.000. PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja/pemberi penghasilan : 15% xRp10.000.000 = Rp1.500.000,-
Pemotongan PPh Pasal 21 ini bersifat final atau tidak diperhitungkan lagi dengan penghasilan lainnya sehingga sudah selesai penghitungan PPh, namun tetap dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh-nya (melampirkan bukti potong PPh Pasal 21 tersebut).
• Misal Dokter A (swasta) menerima uang presentasi yang dananya dari APBN/APBD sebesar Rp10.000.000, dari Departemen Kesehatan.
PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja/pemberi penghasilan : 5% x (50% x Rp10.000.000,-) = Rp250.000,-
Dokter A (swasta) wajib menerima bukti potong PPh Pasal 21 dari Departemen Kesehatan dan menghitung kembali penghasilan tersebut dalam SPT Tahunan PPh-nya.
• Misal Dokter A (swasta ataupun PNS/TNI/POLRI) menerima honorarium pada bulan Maret 2009 sebesar Rp30.000.000. dari Rumah sakit Z
PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja/pemberi penghasilan : 5% x (50% x Rp30.000.000,-) = Rp750.000.-
Dokter A wajib diberikan bukti potong PPh Pasal 21.

Catatan :
a. apabila penghasilan tersebut diberikan karena pekerjaan atau jasanya bersifat berkesinambungan baik berdasarkan kontrak atau kenyataan sebenarnya, maka tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a diterapkan atas jumlah kumulatifnya.
Misalnya di bulan April 2009 Dokter A juga mendapat honorarium sebesar Rp80.000.000,- dari Rumah Sakit Z (bulan Maret 2009 telah menerima Rp30.000.000,-), sehingga jumlah kumulatifnya menjadi Rp30.000.000,- + Rp80.000.000,- = Rp110.000.000,-
Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 dari jumlah kumulatif tersebut adalah 50% x Rp110.000.000,- = Rp55.000.000,- , sehingga PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh Rumah Sakit Z adalah :
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000,-
15% x Rp5.000.000 = Rp 750.000,- (+)
Total Rp3.250.000,-
Karena bulan Maret telah dipotong Rp750.000,-, maka bulan April PPh yang harus dipotong Rp3.250.000,- - Rp750.000 = Rp2.500.000

b. Jumlah penghasilan bruto bagi Dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik adalah sebesar jasa Dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.
Misalnya, Pasien A membayar tagihan Rumah Sakit Z sebesar 25 juta, dengan rincian uang obat Rp5.000.000,- dan uang jasa Dokter B sebesar Rp20.000.000,-. Rumah Sakit Z menerima bagi hasil dari uang jasa Dokter B sebesar 50% dari jumlah tersebut atau Rp10.000.000,- (sesuai dengan perjanjian). Rumah Sakit Z memotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima Dokter B dari jumlah penghasilan bruto R20.000.000,- bukan dari jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagi hasil atau Rp10.000.000,-. Sehingga PPh Pasal 21 yang dipotong Rumah Sakit Z adalah : 5% x (50% x Rp20.000.000) = Rp500.000,-

3. Hadiah atau penghargaan, bonus, gratifikasi atau imbalan dalam bentuk lain, karena sebagai dokter yang memberikan keuntungan bagi produsen obat-obatan atau alat kesehatan lainnya.
Misalnya Dokter A (bukan pegawai tetap di PT X) menerima hadiah berupa tiket pesawat dan akomodasinya dari PT X senilai Rp50.000.000.
PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi penghasilan :
5% xRp50.000.000 = Rp2.500.000,-
Dokter A wajib menerima bukti potong PPh Pasal 21 dari PT X dan dan menghitung kembali penghasilan tersebut dalam SPT Tahunan PPh-nya.
Apabila dari hadiah tersebut ternyata tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 dari PT X, maka Dokter A wajib menghitung dan membayar sendiri Pajak Penghasilan dari hadiah tersebut di dalam SPT Tahunan PPh-nya.

4. Laba usaha karena sebagai dokter yang buka praktek
Dokter yang menerima penghasilan dari membuka praktek dapat menghitung PPh melalui 2 cara yaitu pembukuan atau pencatatan.
• Pembukuan.
Laba usaha baik dari praktek maupun pekerjaan bebas seperti dokter sebagai tenaga ahli di Rumah sakit/Klinik Kesehatan, didapat dari hasil laporan Rugi Laba. Apabila Untung maka atas keuntungan tersebut dikenakan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh setelah terlebih dahulu dikurangi dengan PTKP setahun.
Misalnya Dokter A menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung besarnya PPh yang terutang selama satu tahun : Peredaran bruto/Omzet : Rp500.000.000
Pengurangnya :
Biaya operasional (gaji pegawai, peralatan, Obat, listrik, dll) :(Rp300.000.000)
Penghasilan neto : Rp200.000.000
Apabila Dokter A sumber penghasilannya hanya dari praktek, maka PPh terhutang
Penghasilan neto Rp200.000.000,-
Pengurang
PTKP (tk/-) (Rp 15.840.000,-)
PKP Rp184.160.000,-
PPh terutang :
5% x Rp 50.000.000,- = Rp 2.500.000,-
15%x Rp134.160.000 = Rp20.124.000 +
Total Rp22.624.000,-

• Pencatatan
Laba usaha dari praktek maupun pekerjaan bebas seperti dokter sebagai tenaga ahli, didapat dari peredaran atau penerimaan bruto (omzet) selama satu tahun dikalikan norma penghitungan penghasilan neto (misalnya untuk praktek di Jakarta ditentukan norma penghasilan nettonya 45%). Hasil perkalian (Penghasilan neto) tersebut dikalikan dengan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh setelah terlebih dahulu dikurangi PTKP
Misalnya Dokter A memperoleh penghasilan dari praktek di Jakarta dengan peredaran atau penerimaan bruto (omzet) setahun Rp300.000.000, dan dari Rumah sakit Z sebagai dokter tamu (praktek) Rp200.000.000,- (PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Rumah Sakit Z sebesar Rp5.000.000,-).
PPh terutang :
Peredaran bruto setahun (Rp300.000.000,- + Rp200.000.000 = Rp500.000.000,-)
Beberapa ketentuan dalam panduan ini dapat berubah mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wajib Pajak yang memerlukan bantuan dapat menghubungi petugas Account Representative (AR) yang ada di Seksi Pengawasan dan Konsultasi atau petugas di Help Desk pada Kantor Pelayanan Pajak setempat, atau Bidang Penyuluhan Pelayanan dan Humas Kantor Wilayah DJP setempat, atau petugas di KP2KP setempat.
Penghasilan Neto
Rp500.000.000 x 45% = Rp225.000.000
Pengurang :
PTKP (tk/-) =(Rp 15.840.000)
PKP Rp209.160.000,-
PPh terutang :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000,-
15% x Rp159.160.000 = Rp23.874.000.-+
Total Rp26.374.000,-
PPh yang harus disetor Dokter A ke Bank Persepsi atau Kantor Pos ( diasumsikan Dokter A tidak memperoleh penghasilan lain pada tahun tersebut ) adalah :
Rp 26.374.000,- - Rp5.000.000,- = Rp21.374.000,-

16 Nov 2009

Profit Sobat : SUTI NURYANI

Assalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh

Nama : Suti Nuryani, SPd (Aisyah Nur Pitamerah)
Alamat: Simowau Baru Duku 10-11 Sepanjang Taman Sidoarjo.
Pekerjaan: Kepala HSGSD Khoiru Ummah 12
HP : 081330601521 / 031-77748480
Rmh : 031-7872662
Email: nurasyani@yahoo.com hsgsdkuduabelas@gmail.com
Blog: Http//:CITRAPRIMA GROUP.blogspot.com

Setelah lulus SMA aku ikut UMPTN, Alhamdulillah diterima di IKIP Surabaya Jurusan Kimia. Lulus 1994. Pernah ikut tes CPNS satu kali, Alhamdulillah GAGAL.
Menikah dengan orang pulau seberang (Asyani Suyanto MPd) : 22 Januari 1994 (Sama dengan lagunya Iwan Fals).

Terima kasih buat : Latif & Heru Rudi, Suroso & Nunik, Empu Bayudi yang telah hadir. Juga buat Diana, Maria dan Atun.

Ow ya, juga buat Keluarga Besar Bakhrul Husaeni (Bapak & Ibu Juri, Dik Anis, dan Dik Yuni) yang juga hadir, (Bakhrulnya lagi bertapa di Jakarta kali ya…??). And buat temen2semuanya terima kasih doanya.

Tepat Adzan Maghrib, 5 Desember 1994 hadir buah hati kami Abdurrahman Aziz N.A.A, Tgl 17 Juli 2000 waktu imsak nongol adiknya Fatimah Az-Zahra, dan 16 September 2003 lahir Afifah Nurul Ahyani. Alhamdulillah sudah diamanahi satu putra dan 2 putri. Kami masih mengharap anak yang ke empat, mohon doanya.

Kegiatan : Pernah ngajar di sebuah SMA Swasta di Surabaya. Tapi setelah punya anak dilarang kerja oleh Suami. Akhirnya yah…sibuk di rumah dan aktif di Dakwah Islam.

Agar bermanfaat, turut memikirkan penyiapan generasi bangsa, kudirikan PG-TK CITRAKIDS sejak 2006 - sekarang, juga mbuka HOMESCHOOLLING GROUP KHOIRU UMMAH mulai Juli 2009.

Kegiatan Lain : Trainer Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Trainer Membentuk Keluarga Sakinah Mawadah Wa Rahmah (SAMARA), Trainer Menjadi Ibu Tangguh, Pembicara Majelis Taklim, Konsultan keluarga, ibu dan anak. Aktif di Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia.

Saran - kesan:
Hidup di Dunia hanyalah sementara dan sebentar, janganlah kita terlena dengannya. Manfaatkan sebaik-baiknya kehidupan yang sebentar ini tuk siapkan kehidupan yang kekal. Semoga kita selalu dalam Ridlo-Nya dan Semoga Husnul Khotimah. Amiin.

Wassalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh